Sabtu, 31 Maret 2012

Memaknai Moralitas dalam Kebudayaan




  
Temen-temen sekalian..,
Kalau moralitas ibarat tanaman yang ditaruh diatas pot atau di sebongkah tanah yang namanya kebudayaan, kemudian jenis kebudayaan yang kita sebut kebudayaan timur dan  kebudayaan barat. Sekarang kita ingin bertanya, yang mana dari Jakarta, Yogyakrta atau kota besar di Indonesia ini yang kebudayaan timur ..? Dan apakah kalau anda ke makau, ke Hongkong, anda ke New York, anda ke San Francisco, ke Chicago maka anda bisa sebut itu kebudayaan barat.
Cinta kepada ibu bapak itu kebudayaan timur atau kebudayaan barat..? Cinta dan pacaran itu kebudayaan timur atau kebudayaan barat..? Yang mana sebenarnya yang kebudayaan timur dan mana yang kebudayaan barat..?
Kadang-kadang orang barat sangat timur, kadang-kadang orang timur sangat barat. Kadang-kadang orang barat sangat social, kadang-kadang orang timur sangat individualistis. Padahal ada kategori-kategori baku bahwa barat itu individualistis dan bahwa timur itu suka gotong royong dan kolektif. Ternyata dalam prakteknya bisa terbalik sama sekali. 
Pertanyaan saya kembali pada dasar pemahaman ilmu sederhana mengenai moralitas. Apa bener moral ini bisa ditanam di atas pot bunga kebudayaan tadi..? Ataukah kita harus menemukan tanah yan lebih permanen, yang bisa menjaga moral itu tanpa batas waktu tanpa batas era tanpa batas kurun dan tanpa batas zaman.
Sampai zaman apa pun moral A adalah A, B adalah B. Nah kalau kebudayaan tidak bisa. Kalau kebudayaan itu, sekarang bilang A itu baik tahun depan bilang A itu jelek. Nah, jadi sekali lagi pertanyannya, mungkinkah kita mengandalkan kebudayaan ataukah kita harus mencari dasar-dasar nilai lain untuk menjaga moralitas..?

(Disadur dari siaran radio Cak Nun)

Jadi menurut pemahaman saya, moralitas tak hanya dapat diukur dari budaya yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Akan tetapi Moralitas akan mempunyai makna global di mana pun, kapan pun dan bagaimana pun. Dengan kata lain, budaya bukanlah tolok ukur dari baik atau buruknya moral. Dan tolok ukur yang dapat dijadikan pegangan adalah suatu hal yang tak akan pernah berubah dari zaman dahulu hingga kiamat nanti. Karena saya adalah seorang muslim, maka yang menjadi indikatornya yaitu Al-Quran.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar